Published Kamis, November 08, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Teringat Ummi

Kemarin sewaktu membaca tulisan Keju di blognya yang menceritakan soal bagaimana kondisi Ibunya sewaktu sakit dulu, aku jadi teringat Ummi. Teringat bagaimana ketika Ummi harus berjuang melawan sakitnya, dari yang kini harus terus disuntik setiap hari sebanyak 3-4 kali, lalu soal jenis makanan yang sudah tidak beragam lagi, sampai badan yang terus mengurus dan menampakkan tulang-tulangnya. Dan sedikit saja terlewat kerutinan soal suntikan ataupun kelewatan ingin mencoba sebuah makanan 'terlarang' meskipun hanya sesuap, Ummi justru menjadi muntah-muntah dan tak akan bisa menampung makanan apapun sampai harus diberikan obat ini-itu. Bahkan terkadang, sampai makannya pun harus menggunakan selang yang dimasukkan melalui hidung hingga tenggorokan. Semata-mata, agar Ummi bisa makan, selain dari infus yang diberikan.

Tapi, sudah agak lama Ummi kembali bisa ceria seperti sedia kala. Bisa bersenda gurau dengan anak-anaknya dan juga mampu berjalan-jalan keliling kota. Bahkan kemarin-kemarin masih sering ikut Abi keluar kota, mengekori tugas dinas yang sedang diamanahkan. Berfoto di depan baliho besar bertuliskan 'Selamat Atas Kemenangan Yang Diraih' dengan foto Ais yang terpajang di dalamnya. Makan banyak daging dan minum banyak air putih. Mengambil nasi pun sudah bisa bersuap-suap, dan sudah bisa tertawa dengan pancaran mata yang sudah tak lagi sayu. Ya, beberapa bulan kemarin, Ummi masih terlihat sehat bugar. Sekitar delapan bulanan lebih. Meski segala macam suntikan dan batasan-batasan soal makanan itu tetap harus dilakukan setiap harinya.

Namun, soal sehat dan sakit memang hanya Allah yang tahu. Kini, Ummi kembali harus terbaring di rumah sakit setelah selama dua hari belakangan ini tidak bisa makan. Apapun makanan yang masuk, akan selalu dimuntahkan dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Aku kembali harus menyaksikan Ummi yang terbaring lemah tak berdaya di atas kasur sembari melihat tangan-tangannya yang penuh dengan jarum infus, juga dengan hidungnya yang tersumbat oleh suatu alat. Beruntung kali ini tidak perlu dipasangkan selang makanan ataupun kateter urin. Tapi tetap saja, melihatnya membuatku ingin menangis dan tak bisa tenang.

Ya Allah, tolong angkat penyakit Ummiku :( Aku benar-benar nggak tega ngelihat kondisi Ummi yang sekarang :((((((
Read More
Published Sabtu, Oktober 27, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Obsesi Telur Gulung

Beberapa minggu ini, Mas Suami sepertinya sedang terobsesi dengan telur gulung.

Beberapa bulan yang lalu, dalam seminggu Mas Suami itu bisa jajan telur gulung 3 sampai 4 kali. Nggak tanggung-tanggung, sekali jajan pun bisa sampai sepuluh ribu sendiri. Malah pernah sampai dua puluh ribu. Lalu setelah aku sering protes karena hobinya yang suka jajan telur gulung itu, sekaligus nggak sengaja membanding-bandingkan harga telur yang dijual di pasar, ditambah dengan aku yang bilang kalau beli ayam setengah kilo di pasar itu cuma lima belas ribu, sedangkan kalau beli ayam kfc dengan harga segitu cuma bisa dapat satu jadi lebih murahan kalau bikin sendiri, Mas Suami pun jadi mengubah obsesinya: dari suka jajan telur gulung, jadi suka masak telur gulung.

Sama kayak hobi yang sebelumnya, hampir setiap hari Mas Suami jadi sibuk di dapur untuk membuat telur gulung. Dari yang rasanya original, lalu yang ditambahin bihun, sampai yang ditambahin kubis (kol). Dari yang krispi sampai yang basah. Pokoknya macam-macam deh. Udah gitu sampai benar-benar mikirin dan tahu mana tusuk sate yang bagus dan yang tidak, karena saking seringnya bikin telur gulung. Dari yang kalau original itu sepuluh ribu cuma bisa dapat 10 tusuk, sekarang sepuluh ribu bisa dapat 30-40 tusuk. Lalu kalau yang ditambahin bihun itu, malah bisa sampai dapat 80-90 tusuk. Padahal harga bihunnya saja sebungkus cuma dua ribu. Mashaa Allah.

Malahan sekarang, Mas Suami jadi punya keinginan untuk menjual telur gulung di hari sabtu. Mau ngikut di toko milik Kak Nia katanya. Tapi lagi mikir-mikir, gimana caranya biar telur gulungnya itu spesial, alias beda dari yang lain. Katanya mau bikin inovasi baru soal telur gulung gitu. Aduh!
Ya, kurang lebih kayak begitu deh penampakannya. Dan ini yang original, tanpa campuran bihun ataupun kubis. Tapi aku akui, telur gulung buatan Mas Suami memang yang terbaik. Semua rasanya enak banget! Sayangnya kalau setiap dua hari sekali harus beli telur setengah kilo terus, ya jadinya sama saja tekor ya :" Walau kuantitasnya memang sangat jauh berbeda.
Read More
Published Sabtu, Oktober 27, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Cooking Life #2

Tumis Buncis
Bahan:
- buncis diiris miring (Rp 3000)
- bakso sapi kecil (Rp 3000)
- garam
- lada putih
- kaldu ayam
- 2 siung bawang putih
- 3 siung bawang merah
- air putih
Cara Membuat:
Tumis bawang putih dan bawang merah yang sudah diulek halus. Jika belum memiliki ulekan atau malas menguleknya, bisa digeprek lalu dipotong tipis dan kecil-kecil. Setelah tumisan bawang harum, masukkan air secukupnya. Tunggu hingga air mendidih. Oh iya, apinya sedang saja ya tidak usah terlalu besar-besar. Lalu setelah airnya mendidih, masukkan bakso sapi (bisa diiris sedang-sedang atau langsung dimasukkan bundar-bundar). Tunggu sekitar 3-4 menit, setelah itu masukkan buncis yang sudah diiris miring, garam, lada putih dan kaldu ayam sekucupnya. Aduk-aduk, koreksi rasa, lalu tunggu hingga buncis matang. Biasanya karena aku lebih suka tumisan buncisnya agak berkuah, jadinya aku pakai api yang kecil setelah semua bahan dimasukkan. Biar airnya nggak keburu habis sebelum buncisnya matang. Tunggu hingga kira-kira 10-15 menit. Dan tumis buncis pun siap dinikmati! Tapi setelah itu jangan lupa matiin kompornya ya, hehe.

Ayam Kecap
Bahan:
- ayam potong 1/4 kg (Rp 8500)
- kecap
- garam
- lada putih
- 3 siung bawang putih
- air putih
Cara Membuat:
Tumis bawang putih yang sudah diulek halus. Lagi-lagi jika belum memiliki ulekan atau malas menguleknya, bisa digreprek lalu dipotong tipis dan kecil-kecil. Tapi kalau buat yang ini lebih enakan bawang yang diulek halus sih menurutku, hehe. Lanjut. Terus setelah tumisan bawang harum, masukkan air dan setelah itu masukkan ayam. Airnya yang agak banyakan ya, yang sampai ayamnya 3/4 terendam. Kalau mau terendam semuanya juga boleh. Lalu setelah itu masukkan kecap, garam, dan lada putih secukupnya. Aduk-aduk sampai merata. Ini masaknya pakai api yang sedang saja ya. Dan setelah airnya mendidih, kecilkan api dan tunggu hingga bumbu meresap dengan sempurna. Apinya memang sengaja dikecilin biar airnya nggak keburu habis sebelum bumbunya meresap ke ayamnya. Oh iya setiap 5-7 menit sekali, ayamnya dibolak-balik biar merata ke seluruh sisinya. Dan setelah airnya udah mulai sedikit atau dirasa ayamnya sudah matang, baru deh boleh matikan kompornya. Dan ayam kecap pun siap dinikmati! Tapi ingat, masak ayam itu memang butuh waktu yang lama loh ya. Jadi harus sabar-sabar menunggu ayamnya matang :" 

Dan menu makanan hari ini. Semuanya seharga Rp 14.500! wkwk
Read More
Published Selasa, Oktober 23, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Cooking Life #1

Selasa, 23 Oktober 2018
Jadi hari ini, aku mau nge-share makanan yang aku masak pagi tadi. Menunya itu ada ayam goreng krispi, kentang goreng krispi, tahu bulat, dan sayur sop. Iseng aja sih karena pengen rutin nulis tapi bingung apa yang mau ditulis, jadinya aku kepikiran aja gitu buat nulisin resep abal-abal ala Hannan, hehe. Dan semua bahan-bahan ini aku beli cuma dengan harga Rp 20.500 loh! Percaya nggak? wkwk. Tapi, percaya nggak percaya, tulisannya tetep harus dibaca ya, hehe.

Jadi semua menu makanan ini aku buatnya barengan, alias paralel gitu. Awalnya aku ngupas bawang merah, bawang putih, dan wortel. Jumlahnya asal aja sesuai selera, dan tadi aku pakenya sekitar 5 siung bawang putih dan 6 siung bawang merah. Ini aku pake buat semua makanan yang mau aku bikin itu, jadi nanti bawangnya setelah dipotong-potong langsung dibagi 3 bagian aja. Terus kalau kentangnya nggak aku kupas, soalnya belinya yang udah dikupas gitu. Dan bahan-bahan sopnya pun aku belinya yang udah dibungkusin gitu (sebungkusnya harganya 1500 aja), soalnya kalau beli satu-satu takut kebanyakan, hehe. Lanjut. Setelah semua bahan dikupas, mulai deh cuci mencuci. Semua bahan harus dicuci, dari ayam, kentang, bawang, bahan-bahan sop, sampai tahunya juga. Lalu setelah semuanya dicuci, mulai deh ngebikin menunya satu per satu.

Di sini, pertama-tama aku balurin ayamnya pakai bawang merah dan bawang putih yang tadi udah dicuci dan selanjutnya dipotong-potong. Seharusnya bawangnya diulek sih, tapi berhubung aku belum punya ulekannya, jadinya aku geprek trus baru aku potong tipis-tipis. Nah setelah semua ayam terbalurkan, baru ayamnya itu ditambahin sama tepung terigu, garam, lada putih bubuk, cabe bubuk dan air. Bahan-bahan tadi sesuai selera aja, yang penting ayamnya terendam dan adonannya juga nggak terlalu encer. Dan itu juga bumbunya asal aja sih, soalnya yang di dapur adanya itu doang wkwk. Terus abis diaduk-aduk sampai rata, diemin aja agak lamaan sampai bahan-bahan tadi meresap. Nah, biasanya sambil nunggu bahan-bahannya meresap, aku mulai bikin menu makanan yang lainnya.

Jadi sembari menunggu ayamnya yang lagi direndam itu, tadi aku mulai ngehancurin tahunya. Oh iya, tahu yang aku pakai itu tahu putih ya. Terus setelah dihancurin, tambahin deh bawang putih dan bawang merah yang tadi, garam, lada putih bubuk, dan cabe bubuk. Diaduk-aduk, terus didiemin lagi sebentar. Harusnya biar tahu bulatnya bisa krispi dan tengahnya kopong (kayak tahu bulat yang biasa digoreng dadakan itu), adonan tahunya diperas dulu sampai airnya habis dan ditambahin baking powder. Tapi berhubung aku males dan baking powder-nya pun nggak ada, jadi tahunya aku biarin kayak gitu aja hehe. Malah biar agak gampangan dibentuknya, adonannya aku tambahin sedikit terigu biar airnya sedikit keserap (tapi nggak perlu ditambahin terigu juga nggak apa-apa kok). Dan sebelum dibentuk bulat-bulat, aku diemin sebentar tahunya buat ngerjain lainnya.

Sebenarnya kalau mau tahunya langsung dibulat-bulatin dan digoreng juga nggak apa-apa sih. Tapi karena aku ngebikin adonan-adonan itu di ruang tengah dan dapurnya itu ada di belakang dengan kondisi yang terbuka, jadi aku sekalian aja semua bahan dibikin baru terakhir tinggal goreng-goreng biar nggak bolak balik. Jadinya sambil nunggu tahunya yang iseng aku diemin itu, aku mulai motong-motong kentangnya. Dipotongnya itu sesuai selera, tapi di sini aku motongnya panjang-panjang dan tipis-tipis. Dan setelah dipotong-potong, aku mulai ngerebus air. Terus setelah mendidih, aku tambahin garam, lada putih bubuk, dan cabe bubuk. Diaduk-aduk sebentar, baru setelah itu masukin kentang yang tadi udah dipotong-potong itu. Direbusnya sekitar 3-5 menit aja nggak usah lama-lama. Dan setelah selesai direbus, kentangnya ditiriskan, terus abis itu dibalurin pakai tepung maizena.

Lagi-lagi, kalau mau kentangnya krispi banget ala-ala fastfood yang biasa dijual di luar gitu, habis dibalurin tepung maizena kentangnya itu sebaiknya dimasukin freezer sekitar 15 menitan. Tapi berhubung aku belum punya kulkas, jadinya kentangnya aku diemin aja gitu pakai tepung maizena sampai dingin. Dan sambil nunggu kentangnya dingin, aku mulai ngenumis bawang-bawangnya sampai harum. Biasanya aku numisnya langsung di pancinya biar praktis (padahal biar nggak kebanyakan cucian wkwk) setelah sebelumnya dikasih minyak sedikit. Dan setelah harum, langsung masukin air secukupnya dan tunggu sampai mendidih. Nah sambil nunggu airnya mendidih, aku baru mulai motong-motong bahan-bahan sayur sopnya itu. Jadi pas udah selesai motong-motong, airnya udah mulai mendidih. Dan setelah mendidih, aku mulai masukin satu per satu bahan-bahannya. Dari yang paling keras ya, jadi tadi aku awalnya masukin bakso kecil-kecil (tambahan biar sopnya ada daging-dagingnya dikit, hehe), terus agak lamaan baru wortelnya, dan sekitar 5 menitan baru masukin sayur-mayurnya. Terus kalau semua bahan udah masuk, baru deh tambahin garam, lada putih bubuk, cabe bubuk dan bubuk kaldu ayam. Tapi di sini aku masukin bubuk kaldu ayamnya dikit aja, jadi kalau misalnya kurang asin atau apa aku tinggal nambah-nambahin garam dan ladanya aja sesuai selera.

Oh iya, tadi sambil bikin sayur sop, aku mulai manasin minyak buat ngegoreng semua menu yang harus digoreng. Dan sambil nunggu minyaknya panas, aku mulai ngebulet-buletin tahunya. Ini dikira-kira aja ya, berhubung aku cuma pakai 2 tahu putih jadi sambil nunggu minyaknya panas aku emang bisa nyambi ngebulet-buletin. Yang penting jangan sampai kelupaan kalau lagi manasin minyak, hehe. Terus setelah minyaknya panas, aku mulai deh ngegoreng tahunya pakai api yang kecil. Dan tahunya juga nggak perlu terlalu sering dibolak-balik, soalnya bukan tahu bulat yang digoreng dadakan wkwk. Lanjut. Sambil nunggu tahunya matang, aku mulai ngebumbuin kentang tadi pakai terigu, garam, lada putih bubuk, cabe bubuk, dan air secukupnya. Tadi aku bikinnya yang agak-agak kental gitu tapi adonannya. Dan setelah tahunya matang dan berwarna kuning kecoklatan, aku langsung deh mulai ngegoreng kentangnya.

Nah kan ngegoreng kentangnya juga agak lama ya (soalnya aku sukanya yang krispi banget, jadi emang sengaja aku lama-lamain tapi tetep dilihat jangan sampai gosong), jadi aku mulai deh nepungin ayam yang tadi udah direndam sama adonan tepung. Di sini bisa pakai tepung bumbu serbaguna yang biasa dijual di toko-toko, atau pakai tepung terigu biasa. Biasanya sih aku pakai tepung terigu biasa yang udah aku kasih bumbu seadanya, tapi berhubung pas tadi beres-beres peralatan dapur kok ya nemu satu bungkus tepung bumbu serbaguna, jadinya aku pakai itu deh biar tepungnya kepake. Dan di sini pas nepunginnya ayamnya agak dicubit-cubit sedikit ya biar tepungnya agak nempel dan nggak langsung lepas pas digoreng. Biar ada krispi-krispinya gitu, hehe.

Dan ya udah, setelah kentangnya mateng, aku langsung deh ngegoreng ayamnya. Dan goreng-menggoreng tadi apinya kecil-kecil aja ya biar nggak cepat gosong. Apalagi pas ngegoreng ayamnya. Soalnya ngegoreng ayam tuh agak lama. Makanya biasanya sambil ngegoreng ayam, aku mulai tuh ngeberes-beresin peralatan tempur yang tadi aku pakai. Dari nyapu, ngelap-ngelap sampai nyuci piringnya. Dan kalau satu sisi ayamnya udah mulai berwarna kuning kecoklatan, langsung balik aja deh, dan tunggu agak lamaan lagi sampai sisi yang lainnya juga warnanya itu kuning kecoklatan.  Oh iya ayamnya juga jangan terlalu sering dibolak-balik, cukup satu sisi matang baru dibalik buat ngematengin sisi yang lainnya. Soalnya kalau keseringan dibolak-balik nanti malah tepungnya pada lepas. Nah, kalau sudah semua, angkat, tiriskan, matikan kompor, dan jadi deh semuanya!

***

Kalau tadi merhatiin tulisan aku dari atas sampai bawah, pasti sadar kalau bumbu yang aku pakai cuma itu-itu saja. Cuma garam, lada putih bubuk, cabe bubuk, sama bubuk kaldu ayam. Ya, soalnya emang yang ada di dapur cuma ada itu wkwk. Tapi walaupun cuma itu-itu aja, bumbu-bumbu tadi bisa buat masak berbagai macam makanan loh. Terus emang semua makanan yang aku bikin ya bahan-bahannya cuma seharga Rp 20.500 tadi. Murah banget kan? Ya, belum termasuk garam, bawang, dan lain-lainnya, sih. Soalnya kan kalau bahan-bahan itu belinya pasti banyakan, dan sekali beli biasanya bisa dipake buat seminggu lebih kalau bawangnya (aku belinya seperempat) dan kalau garam bisa berbulan-bulan. Tapi tetep, ini harga Purbalingga. Nggak tahu deh kalau dikota lain, hehe.

Tapi, makanan tadi juga biasanya bisa buat seharian kalau dimakan berdua sama aku dan Mas Suami, loh. Jadi bisa banyak nabung buat beli jajanan deh, wkwk. Dan kalau di foto itu, tahunya emang nggak begitu kelihatan karena tenggelam ketumpuk sama kentang-kentang. Dan kentangnya juga udah seperempat habis dicemilin Mas Suami. Terus walaupun bumbunya itu-itu aja, Alhamdulillah Mas Suami (kayaknya) suka-suka aja sama hasil pertempuranku di dapur. Kayaknya sih :"

Dan terakhir, selamat mencoba! (Kalau memang mau mencoba wkwk)
Read More
Published Senin, Oktober 22, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Mencintai Kehilangan



Saya awalnya tahu video ini dari akun instagram milik @ananditodwis, dimana beliau ini sebelumnya pernah bermain di beberapa proyek serupa, seperti: Cinta Positif dan Film 212 The Power of Love. Kenal dan sampai men-follow begitu pun awalnya karena saat kuliah dulu, salah seorang teman saya sempat (sangat) mengagumi sosok Hamas Syahid saat marak-maraknya film Ketika Mas Gagah Pergi yang diadaptasi dari novel karya Helvy Tiana Rosa, yang membuat saya sedikit "kepo" juga di akun instagramnya Bang Hamas itu. Dan dari ke-kepo-an itu lah makanya saya jadi kenal dan tahu dengan beberapa selebgram yang suka membuat suatu proyek untuk berdakwah dan mengampanyekan sesuatu yang positif.

Lalu, dari beberapa proyek film serupa yang telah saya tonton, entah mengapa proyek terbaru yang berjudul "Singelillah"―yang merupakan bagian dari channel Teladan Cintaini menurut saya justru yang benar-benar ngena dan pas dengan keadaan saya saat ini. Eh enggak juga sih, mungkin hanya pas di bagian keduanya saja. Tapi intinya, setelah menonton video part 2 ini, saya langsung jadi jatuh cinta aja gitu. Kalau yang tahu tentang bagaimana kisah saya dan sudah menonton videonya pasti setuju dengan kalimat saya di atas. 11-12 lah ya meskipun tidak sempurna mirip, hehe. Dan, rupanya sebelum berbentuk serial begini, konten awalnya sebenarnya berbentuk film musikal. Subhanallah, saya jadi rindu menonton pertunjukan drama-drama musikal begitu, huhu.

Dan bagian yang saya suka dari serial ini adalah di kalimat yang begini:
Kalau kamu tidak diperjuangkan oleh seseorang yang kamu harapkan, kamu akan diperjuangkan oleh seseorang yang mengharapkanmu.
Tak perlu menangisi seseorang yang tidak peduli padamu.
Karena hidupmu terlalu berharga, waktumu jangan sampai tersita.
Seseorang yang menolakmu, belum tentu dia lebih baik darimu.
Bisa jadi menurut Allah, kamu adalah pribadi yang lebih baik.
Sehingga Allah menginginkanmu bertemu dengan seseorang yang lebih baik daripada dia.
Kosongkan hatimu untuk cinta-Nya.
Agar Dia hadirkan seseorang, yang bisa mencintaimu sepenuh hatinya.
Huaaaaaa :"

Hehe. Oh iya, dan bagi kalian yang ingin menonton serialnya dari awal, kalian bisa membuka channel Teladan Cinta yang ada di youtube. Atau kalau kalian malas nyarinya, kalian bisa tonton di sini: part 1, part 2, part 3 - taarufpart 3 - khitbah, dan part 3 - nikah. So, sudah siap melepaskan? *eh


Juni 2018, dipublikasikan terlambat karena menunggu keseluruhannya selesai dirilis
Yang ternyata malah jadi latepost banget :" telat sebulan
Read More
Published Jumat, Oktober 19, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Barakallah, Ais!

Farah (Kiri) - Ais (Kanan)
Barakallah, Ais! Dari sekian banyak prestasi yang sudah kamu raih, Alhamdulillah yang ini ada hubungannya juga dengan dunia tulis-menulis, ya :" Kamu memang the best lah pokoknya. Serba bisa gitu. Semoga ilmu dan pengalamannya berkah ya, Is. Dan juga, sampai ketemu besok di Purwokerto! Nanti kita cerita-cerita banyak lagi, ya. Inshaa Allah.


Ditulis setelah barusan dikirimi pesan langsung pakai tulisan besar-besar
Katanya, AIS DAPAT MEDALI EMAS
Heuu.
Read More
Published Jumat, Oktober 19, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Keresahan Hati #2

Sholat di Masjid
Sekitar sebulan-lebih yang lalu, aku sempat bertemu dengan ibu-ibu yang usianya sudah tidak muda lagi sedang berjalan menuju salah satu sajadah yang ada di sampingku. Padahal beliau berjalanannya sudah menggunakan tongkat, namun langkahnya terlihat mantap sekali. Bahkan meskipun beliau tidak bisa berlama-lama berdiri karena mungkin kedua kakinya yang sudah tidak lagi sekuat dulu, beliau sama sekali tidak mengurungkan niatnya untuk terus sholat dengan postur terbaiknya. Masya Allah. Jadi terpikir, apa kabar generasi muda yang masih sehat-bugar? Masa mau kalah dengan ibu-ibu ini? Setua itu saja masih semangat untuk sholat di masjid tepat waktu. Dan tentu saja ini pun jadi reminder bagi diri sendiri.

Travelling
Dulu sewaktu masih dalam masa-masa taaruf, aku pernah menyampaikan kepada Mas Suami kalau aku itu suka jalan-jalan. Lalu setelah menikah, ketika Mas Suami menawarkan untuk jalan-jalan ke luar kota, entah kenapa aku malah jadi tidak terlalu berminat gitu. Kayak hilang aja gitu rasa pengen jalan-jalannya, nggak kayak dulu sewaktu masih single. Masih ada keinginannya, tapi tidak terlalu pengen-pengen banget. Makanya setelah itu aku dan Mas Suami pun menyepakati suatu hal: bahwa boleh jalan-jalan ke luar kota, asal ada maksud dan tujuannya. Maksudnya, tidak hanya sekadar soal jalan-jalan saja.
Dan Alhamdulillah, Allah memang Maha Baik. Setelah menyepakati hal itu, Qadarullah banyak hal-hal yang terjadi. Seperti tiba-tiba harus ke Bandung untuk menurus berkas yudisium milik Mas Suami menggunakan kendaraan pribadi, yang jadinya bisa menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumahnya Husna yang ada di Cikampek. Lalu di minggu depannya kami berdua pergi ke Cirebon untuk menghadiri walimatul 'ursy milik Mas Akram, salah satu kakak sepupuku. Dan selanjutnya diakhiri dengan terbang ke Pontianak untuk mengantar nenek dan nek Timah seperti apa yang aku ceritakan di postingan yang sebelumnya. Dan perjalanan ke empat kota berbeda itu pun terjadi dalam waktu satu bulan saja. Masya Allah!
Rasanya kayak langsung dikasih hadiah gitu sama Allah :"

Buku Pertama
Beberapa minggu kemarin, kak Nia sempat menanyakan perihal penerbitan kepadaku. Setelah membantu mencarikan beberapa penerbitan yang sekiranya sesuai, aku jadi kepengen mulai untuk menulis cerita lagi. Tapi ya, rupanya keinginan hanyalah keinginan. Sampai buku pertama milik kak Nia itu terbit, aku malah belum menyentuh naskah sama sekali. Cuma nulis-nulis aja di blog begini. Hiks. Jadi butuh 'cambuk' buat nulis lagi kayak dulu sewaktu masih kuliah.

Diari Pernikahan
Masya Allah. Rupanya menikah itu rasanya nano-nano. Dan sekarang nggak tahu kenapa aku malah jadi suka ngebukain situs-situs resep masakan gitu. Sekaligus jadi suka nyoba-nyobain resep baru. Kadang-kadang karena kekurangan bahan dan peralatan, aku jadi berkreasi sendiri saja gitu. Yang Alhamdulillahnya rupanya Mas Suami suka dan malah memuji, meski aku nggak tahu sih sebenarnya beneran suka apa pura-pura suka, hehehe. Tapi semoga suka ya, Mas :"
Dan aku juga jadi suka menghitung-hitung kira-kira berapa lamanya waktu yang dibutuhkan buat memasak, mencuci, menyetrika, dan lain sebagianya. Buat mengira-ngira, harus dari jam berapa aku mulai 'beraktifitas' biar sebelum dhuhur seluruh kegiatan itu sudah selesai semua. Meski seringnya masih suka meleset sih, hehe. Tapi lagi berusaha kok, Inshaa Allah.

Keju dan Blognya
Kemarin iseng-iseng ngebuka blognya Keju dan ngebaca-baca sebagian isinya (soalnya sebagiannya lagi udah pernah aku baca). Dan yang aku suka dari blognya Keju itu, adalah karena tulisan-tulisannya itu enak buat dibaca. Ringan gitu pokoknya. Juga ditambah karena aku baru tahu kalau ternyata Keju juga suka menulis, setelah sekian lama aku tahunya dia cuma suka foto, desain, dan ngoding. Masya Allah, Keju itu banyak bisanya, ya.
Tapi juga pas lagi baca blognya itu, aku jadi inget sama cerita yang ditulisnya soal alm. Mamanya. Terusnya lagi, aku juga jadi inget sama Ummi dulu sewaktu sakit. Hampir persis seperti apa yang diceritain sama Keju. Yang harus diobservasi terus, yang harus disuntik terus, yang nggak bisa kemana-mana dan lemas banget. Rasanya sedih banget gitu ngelihatnya :( Bahkan sekarang pun, Ummi masih harus disuntik setiap harinya biar tidak sakit-sakit lagi. Huhu. Semoga penyakit Ummi merupakan salah satu cara untuk menggugurkan dosa-dosa Ummi, dan semoga penyakit Ummi bisa segera diangkat ya, Mi...

Menulis
Akhir-akhir ini lagi membiasakan diri untuk menulis lagi. Makanya jadi sering mencuri-curi waktu meski kadang-kadang baru menulis sebentar udah ke-distracted sama hal-hal yang lain. Dan makanya juga, tulisannya kadang agak-agak berbau nggak penting gitu. Hehe.

Dan tulisan inipun sebenarnya adalah lanjutan dari tulisanku yang sebelumnyayang pernah aku tulis di sini: Keresahan Hati #1
Read More
Published Jumat, Oktober 19, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Jalan-Jalan ke Kota Khatulistiwa

Jembatan Kapuas. Kegedean ya fotonya, hehehe. Sengaja :p
Selasa, 11 September 2018 yang lalu, aku dan Mas Suami dimintai tolong oleh Papa untuk mengantar nenek dan adiknya (kami memanggilnya dengan panggilan 'nek Timah') pulang ke Pontianak. Jujur sedari dulu aku selalu bertanya-tanya, moment apa ya yang bakal mengantarkan aku ke pulau Kalimantan? Disaat pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera sudah pernah aku tinggali. Eh, ternyata jawabannya adalah ini. Iya, jadi Mama itu orang Pontianak asli, kota yang merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Barat itu. Dan sebagian besar keluarga besar dari Mama itu ya tinggalnya di Pontianak. Makanya saat nenek dan nek Timah mau pulang ke Pontianak setelah hampir sebulanan tinggal di Purbalingga, Papa pun meminta tolong kami untuk mengantarkan mereka pulang sekaligus agar bisa berkenalan dengan keluarga besar yang ada di Pontianak.
Terus saat itu, ada cukup banyak barang yang kami bawa. Empat koper besar dan 1 kardus kecil. Kami berempat menggunakan kereta untuk berangkat ke Jogja, yang setelahnya dilanjutkan dengan menggunakan pesawat menuju Pontianak. Kurang lebih sekitar 7 jam lamanya kami menunggu pemberangkatan di bandara Adisutjipto karena Mama terlalu khawatir jika jeda antara kereta dan pesawat hanya sekitar 1-2 jam saja. Takut terburu-buru. Katanya, kasihan kalau nenek dan nek Timah disuruh lari-lari begitu. Agak bosan juga sih menunggu selama itu, karena kondisi cuaca yang sedikit panas sehingga tidak terlalu nyaman jika harus menunggu di luar, namun juga tidak bisa menunggu di dalam karena counter check-in yang ada belum tersedia untuk kami. Kami berempat jadi mati gaya gitu karena tidak ada apa-apa dan juga tidak bisa kemana-mana, ditambah dengan tempat duduk yang juga terbatas. Hanya sekitar 8 bangku saja yang tersedia di situ. Makanya nenek dan nek Timah juga jadi sedikit-sedikit berdiri dan berjalan-jalan karena mungkin agak capek juga kalau harus duduk berlama-lama. Tapi, tentu saja semua kebosanan itu seolah sirna ketika sekitar jam 4 lebih belasan menit kami mulai terbang menuju Pontianak.
Sebenarnya ada pemandangan bagus saat berada di atas pesawat saat itu, hanya saja tidak sempat aku abadikan karena posisi duduknya yang kurang mendukung. Jadi waktu mau mendarat di bandara Supadio, matahari itu lagi mulai terbenam sehingga warna langit pun jadi oren-oren kemerahan. Masya Allah. Terus juga banyak lampu-lampu yang dinyalakan di sekitaran laut dan bandara, yang bikin kalau ngelihat ke jendela tuh kayak lagi lihat lautan lampu berwarna-warni yang juga kerlap-kerlip gitu. Indah banget pokoknya. Rasanya mirip kayak lampu-lampu yang aku lihat sewaktu nge-camp bareng anak-anak lab multimedia, tapi ini versi lebih bagusnya lagi. Hehe. Dan perjalanan Purwokerto-Jogja-Pontianak hari itu pun diakhiri dengan makan di salah satu rumah makan milik kerabat. Rumah makan Arab (karena katanya di sana, kalau mau makan di luar rumah itu lebih aman di rumah makan Arab, yang sudah terjamin kehalalannya).

Rabu, 12 September 2018
Tidak banyak yang aku dan Mas Suami lakukan di Pontianak. Karena di sana Mas Suami masih dalam mode kerja (model kantornya memang kebanyakan karyawan remote-nya daripada yang onsite), maka kegiatan pergi-pergi alias jalan-jalan hanya bisa dilakukan di sore hari. Makanya kegiatanku sehari-hari dari pagi sampai sore ya tidak ada bedanya dengan yang biasa aku lakukan di Purbalingga. Makan - nyuci - njemur - nyetrika - tidur. Itu-itu saja. Bedanya di sana lebih banyak teman ngobrolnya (nenek) dan juga memang nenek selalu menyengaja menunggu-nunggu kami makan baru beliau makan, dan tidak mau kalau disuruh makan duluan :" Mungkin biar lebih kerasa kalau ada temennya kali ya, soalnya biasanya sambil makan nenek akan bercerita banyak hal gitu. Sedangkan nek Timah biasanya sudah makan duluan karena sekalian mengasuh cucunya yang biasa dititipkan selagi orang tuanya melaut dan bekerja.
Lalu sorenya kami jalan-jalan ke rumah Om Anto (adik ipar Mama) dan Kak Yan (sepupu Mas Suami yang tinggalnya masih satu komplek dengan Om Anto), sekaligus bermain dengan ketiga anaknya Kak Yan: dek Bintang yang baru lahir dan kedua kakak kembarnya, Langit dan Bumi. Unik ya namanya, hehe. Dan cukup lama kami di rumah Kak Yan karena si kembar yang baru pulang mengaji di Rumah Tahfidz ba'da Isya, yang pulangnya langsung mengajak aku dan Mas Suami untuk bermain Ludo sampai sekitar jam 10-an setelah sebelumnya saling pamer hafalan dan keahlian mengaji mereka. Tapi lucu juga sih main sama si kembar yang masih kelas 1 SD itu. Soalnya meski kembar identik, namun kepribadian keduanya sedikit bertolak belakang. Si kakak yang pemberani dan ambisius, dengan si adek yang pendiam dan malu-malu. Apalagi kan, logat orang sana itu melayu-melayu gitu ya. Jadinya lucu aja gitu kalau pionnya si kakak termakan oleh pion yang lain, pasti dia langsung teriak, "alamaaak". Persis kayak yang di film upin dan ipin itu, hihihi.
Dan seperti yang aku tulis sebelumnya, acara main-bermain itu pun berakhir sekitar jam 10-an, setelah semua pion yang masih bertahan di jalurnya mulai diacak-acak oleh keponakan yang lain (maafkan aku, aku lupa namanya siapa :" huhu).

Kamis, 13 September 2018
Seperti hari sebelumnya, di hari ini aku dan Mas Suami kembali menjadwalkan diri untuk berkunjung ke salah satu kerabat yang ada di sana. Kali ini kami mengunjungi rumah salah satu saudara Papa yang juga tinggal di Pontianak: Pakde Pri. Agak lama juga perjalanan ke sana karena Mas Suami yang lupa-lupa ingat dengan jalannya. Dan juga di sebagian perjalanannya itu ada sedikit rasa tidak nyamannya karena harus melewati pabrik ban yang baunya sangat menyengat sampai ke jalan-jalan besar. Aku sampai sesak napas dibuatnya. Terus di jalan-jalan pemukimannya juga ada banyak anjingnya, kan jadi takut ya :" Tapi jadi nostalgia sedikit sih sama zaman dulu pas tinggal di Kendari. Ya mirip-mirip gini, banyak anjing yang memang dilepas di jalanannya gitu.
Lanjut. Hampir satu jam lamanya kami mencari rumah Pakde Pri. Sayangnya ketika sampai di sana, Pakde dan Bude sedang ikut kajian rutin malam Jumat dan pulangnya pun agak malam, sehingga kami tidak sempat bertemu. Makanya sore itu kami hanya ngobrol-ngobrol dengan salah satu anaknya Pakde, yaitu Mbak Ema. Sejujurnya setiap aku ikut ngobrol-ngobrol dengan kerabat Mas Suami itu, aku agak sedikit kagok dan canggung. Masalahnya logat mereka kan melayu ya, terus juga ditambah dengan nadanya yang tinggi dan gaya bicaranya yang lumayan cepat. Jadi seringnya aku agak lama gitu menerjemahkan maksud demi maksud yang disampaikan. Makanya, aku benar-benar belum bisa jauh-jauh dari Mas Suami selama di Pontianak itu. Takut jadi bengong sendiri setiap diajak ngobrol. Kan, jadi nggak asik ya kalau lagi diajak ngobrol malah plonga-plongo gitu. Hehe.
Dan cerita perjalanan hari itu pun ditutup dengan muter-muter sebagian kota Pontianak karena tiba-tiba aku kepengen makan pentol kuah dan telor gulung :"

Jumat, 14 September 2018
Sudah mau mendekati hari terakhir di Pontianak, tapi masih banyak list kerabat yang belum sempat dikunjungin. Akhirnya pagi-pagi sekitar jam setengah 10-an gitu, aku dan Mas Suami ikut nek Timah ke rumahnya yang hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari rumah nenek. Sekalian karena pengen ketemu sama kerabat yang lain. Oh iya, rumah nek Timah ini letaknya persis di pinggir sungai kapuas, sehingga model rumahnya pun adalah rumah panggung yang bawahnya masih air-air sungai gitu. Sebenarnya rumah nenek juga rumah panggung, hanya saja bagian depannya sudah berbentuk tanah yang sebagiannya lagi sudah beraspal. Sedangkan kalau rumah nek Timah ini benar-benar masih berbentuk rumah panggung.
Dan di sana pun aku diajak oleh nek Timah untuk melihat-lihat sungai kapuas yang sudah direnovasi pinggirannya dan dibangun jembatan baru. Katanya, ada banyak rumah-rumah yang dihancurkan untuk pembangunan jembatan itu. Tapi kelebihannya, sebagian besar warga yang masih tinggal di situ pun jadi memanfaatkan hal itu untuk membuka rumah makan kecil-kecilan yang menjual beberapa makanan khas Pontianak. Soalnya kalau sore, biasanya ada banyak orang yang bermain di jembatan itu. Istilahnya jembatannya malah jadi salah satu tempat wisata gitu deh.
Eh, ada satu hal lagi. Sewaktu dalam perjalanan ke Pontianak, Mas Suami sempat bercerita kalau anak-anaknya nek Timah itu cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Putih-putih banget gitu kulitnya, berbeda dengan anak-anaknya nenek yang sebagian putih dan sebagian lagi sawo matang. Awalnya aku pikir karena kebetulan saja nek Timah dapet kebagian yang putih-putih gitu. Eh, ternyata oh ternyata. Rupanya Datuk, suami nek Timah itu ternyata berperawakan tinggi dengan kulitnya yang putih. Pokoknya di usia yang sudah tidak lagi muda begitu, masih kelihatan ganteng dan gagah deh. Jalannya juga masih tegap dan suka beraktifitas gitu, alias nggak bisa diam. Pantesan saja ya... Eh, astaghfirullah, aku kok malah ngomongin fisik ya... Tapi emang beneran Datuk tuh ganteng banget hehehe.
Lanjut. Sewaktu lagi lihat-lihat sungai di sana, nek Timah bilang kalau mending ke sininya sore-sore aja biar lebih rame dan juga lebih bagus pemandangannya. Jadinya karena memang sudah mau mendekati waktu sholat Jumat dan matahari juga sudah lagi panas-panasnya, akhirnya aku dan Mas Suami pun memutuskan untuk kembali ke sungai kapuas sore harinya, dan berpamitan ke nek Timah untuk kembali ke rumah nenek. Mas Suami kan juga harus kerja, hehehe. Dan memang pengen ke situ lagi juga pas sorenya karena pengen nyobain makanan khas Pontianaknya.
Mie SaguBubur Padas
Nah, itu dia penampakan salah dua makanan khas Pontianak yang dijual di sana. Awalnya aku kira namanya bubur pedas. Tapi kok ya pas dirasa-rasa malah nggak ada pedas-pedasnya. Sampai sempat nanya juga ke nek Timah dan salah satu anaknya yang ikut menemani aku dan Mas Suami makan di pinggiran sungai kapuas di sore harinya, tetapi malah tidak ada yang tahu kenapa dinamakan bubur pedas. Sampai akhirnya pas sudah sampai Purbalingga dan nanya ke Mama, rupanya katanya namanya bukan bubur pedas, tapi bubur padas. Pantesan saja... Eh, tapi kedua makanan ini enak loh. Meski katanya orang-orang tidak begitu suka dengan bubur padas karena tampilannya yang kurang menarik itu. Apalagi buburnya juga isinya lebih banyak sayur hijau-hijaunya, yang rasanya juga mirip-mirip sama dedaunan gitu. Tapi nggak begitu pahit.
Terus kami juga di sana sampai sempat melihat matahari sewaktu lagi terbenam dan kapal yang lagi berlayar untuk pulang. Masya Allah, bagus banget nggak sih? Tapi beneran deh, ngelihat hal-hal yang kayak gini tuh benar-benar mengingatkan aku sewaktu kecil dulu, waktu tinggal di Kendari itu. Soalnya dulu kalau sore-sore gitu sering diajakin Ummi dan Abi makan di pinggiran pantai. Iya, jadi aku, Hilmi sama Ais itu dibawain makanan dari rumah, tapi makannya di pinggiran pantai yang juga merupakan pinggiran jalan raya. Jadi samping-samping jalanan besar beraspal itu langsung pantai. Terus juga suka banyak kapal-kapal atau perahu yang berlayar pulang gitu, dan emang banyak orang yang sore-sore gitu sekedar duduk-duduk di pinggiran itu buat makan atau sekadar lihat-lihat pemandangan saja.
Dan setelah puas menikmati indahnya ciptaan Allah itu, kami pun bergegas pulang ke rumah. Mengejar waktu sholat Maghrib yang sudah seperdelapan jalan. Tapi tentu saja perjalanan kami tidak sampai di situ saja. Karena besok pagi-pagi sudah harus kembali ke Purbalingga, makanya setelah sholat Maghrib kami pun berpamitan dengan nenek dan meminta izin untuk menginap di rumah Om Anto. Agak sedih juga sewaktu berpamitan dengan nenek. Apalagi nenek di sana itu tinggalnya sendirian, meski anak-anaknya ya sebenarya masih sering menyempatkan diri untuk berkunjung. Rasanya nggak tega gitu. Aku sampai hampir mau nangis, sedangkan nenek malah sudah sampai menangis.
Dan terus setelah berpamitan dengan nenek, aku dan Mas Suami pun langsung beranjak ke rumah Om Anto. Tidak mau berlama-lama pamitannya karena takut semakin berat untuk pulang meninggalkan nenek. Pun di sana rupanya kami sudah ditunggu oleh Kak Yan. Kami sudah ditagih-tagih disuruh berkunjung ke rumah Abah (ayahnya Kak Yan) karena katanya mau disuguhi banyak makanan. Tapi sebelum pergi ke rumah Abah, kami meminta Kak Yan dan suaminya untuk menemani ke rumah nek Rukiah untuk memberikan titipan Mama. Mengobrol sebentar, menjemput si kembar, lalu setelahnya langsung menuju ke rumah Abah.
Dan benar saja, sesampainya di rumah Abah, rupanya Abah dan istrinya sedang sibuk memasak di dapur. Kami benar-benar dijamu dengan baik. Dari udang yang besar-besar, sotong, cumi, dan aneka makanan laut lainnya. Terus juga di situ ada sambal khas istrinya Abah. Kenapa dibilang khas? Soalnya rasanya pedaaaaaaaas banget. Aku yang suka pedas saja sampai kewalahan karena baru nyolek sedikit udah kepedasan, huhu. Dan di sana kami bermain dan ngobrol-ngobrol sampai hampir jam 10-an juga kalau tidak salah, atau malah kurang ya? Agak lupa sih. Tapi sewaktu pulang, kami masih juga dibawain oleh-oleh sama Abah sekotak kardus yang ukurannya lumayan besar dan juga berat.

Sabtu, 15 September 2018
Pesawat yang kami tumpangi akan take-off sekitar jam 10-an, tetapi Abah menyuruh Om Anto untuk mengantarkan aku dan Mas Suami ke tokonya. Katanya kami disuruh milih oleh-oleh sebanyak apapun. Sesukanya pokoknya. Tapi meskipun dibilang gratis, tentu saja kami malah jadi ada rasa tidak enaknya begitu kan. Makanya setelah dipaksa-paksa bawa ini itu, akhirnya kami pun hanya membawa beberapa pakaian dan dompet saja.
Itu yang paling depan kiri Abah, dan sebelahnya itu Om Anto. Terus kalau yang di paling depan kanan itu Tante Ade (istrinya Om Anto), dan sebelahnya itu istrinya Abah. Itu foto di toko oleh-oleh milik Abah. Kalau kata kerabat yang lain, emang kalau ada saudara yang berkunjung ke Pontianak itu pasti bakal disuruh Abah mampir ke tokonya. Disuruh bawa oleh-oleh sebanyak-banyaknya secara cuma-cuma gitu. Masya Allah.
Dan cerita perjalanan 'berlibur' ke kota Khatulistiwa itu pun berakhir dengan penerbangan dari Pontianak ke Jakarta, yang setelahnya dilanjutkan dengan perjalanan menggunakan kereta dari Stasiun Senen ke Stasiun Purwokerto. Alhamdulillah!

Catatan
Sebenarnya ada beberapa hal yang jadi perhatianku selama tinggal di Pontianak saat itu. Yang pertama adalah cuaca di sana yang sangat panas. Benar-benar panas. Sampai-sampai aku baru menjemur jam 11 siang saja, jam 12 siangnya sudah kering lagi. Benar-benar kering yang bajunya sampai panas gitu loh sewaktu dipegang. Terus yang kedua, adalah soal banyaknya makanan yang tidak halal di sana. Iya, jadi sewaktu aku lihat-lihat di plang rumah makan begitu, aku melihat tulisan 'mie kwetiau (halal)'. Dan Mas Suami pun waktu ngelihat itu langsung bilang ke aku, kalau di rumah-rumah makan di situ, sampai harus diberi tulisan 'halal' untuk memberitahu bahwa makanan yang dijual di sana ya makanan yang halal. Pantas saja Mama cerita kalau nenek itu benar-benar memperhatikan apa yang dimakannya. Pokoknya nenek jarang mau makan makanan yang tidak dimasak sendiri. Dan nenek juga tidak mau makan bakso di sana. Soalnya katanya takut olahannya terbuat dari daging babi. Apalagi kata Edo (salah satu sepupu Mas Suami), di sana ada rumah makan yang menjual Nasi Ayam, yang meski namanya ayam, tetapi terbuat dari daging babi. Astaghfirullah...


Jumat, 19 Oktober 2018
Alhamdulillah, diberi kesempatan untuk berlibur di Kalimantan!
Read More
Published Kamis, Oktober 18, 2018 by Hannan Izzaturrofa

John Doe: Gamer's Unconditional Love

I wanna show people that... gamers are also human.

*

Buku pertama milik kakak ipar saya. Buku yang secara tidak langsung mengajarkan kita bahwa gamers juga manusia. Bisa mencintai dan dicintai. Bisa berprestasi dan membanggakan. Berhak bahagia dan tertawa, serta memiliki mimpi untuk masa depannya.

John Doe. Adalah sebutan yang biasa digunakan untuk menamakan laki-laki yang tidak diketahui identitasnya.

Judul  : John Doe
Genre : Romance, Comedy, Fiction
Harga : 50.000*
Tebal  : 243 halaman
*10% dari penjualan buku ini Inshaa Allah akan didonasikan kepada saudara-saudara kita di Palu dan Donggala, juga kegiatan charity lainnya.

Pemesanan bisa dilakukan melalui ig: neeaclyne. Terima kasih.

*

Btw, kak Nia saja sudah bikin buku sendiri. Kalau kamu kapan, Nan? :"

Read More
Published Kamis, Oktober 18, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Insomnia


Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan untuk tidur. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. (Wikipedia)
in·som·nia n Dok keadaan tidak dapat tidur krn gangguan jiwa

Wah, aku baru tahu kalau artinya seperti ini di KBBI.
Read More
Published Sabtu, Oktober 13, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Mati Lampu

Rabu malam kemarin, di Purwokerto lagi ada pemadaman listrik. Aku yang sedang tinggal di rumah karena menemani Ummi yang lagi pulang ke Purwokerto pun jadi menyibukkan diri di kamar dengan hanya diterangi oleh sebuah lilin yang aku temukan di sudut rak yang ada di dapur.

Tapi karena awalnya aku bingung mau ngapain soalnya nggak punya paket dan ponsel pun baterainya sudah mau habis, akhirnya aku pun memutuskan untuk membaca salah satu novel yang tidak sengaja aku temukan di tumpukan buku-buku lama. Rupanya masih ada buku yang terlewat tidak sempat terbaca.
Ini penampakan bagian bukunya beserta before dan after kondisi saat pemadaman, hehehehehe.

Ternyata pemadaman listriknya jadi nggak begitu kerasa gara-gara keasyikan membaca XD Alhamdulillah.
Read More
Published Sabtu, Oktober 13, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Anak Kecil dan Game-nya

Mungkin anak kecil itu seluruh pemikirannya simple, dan tidak begitu banyak permintaannya. Mereka cuma mau ditemenin main atau ngobrol doang, nggak lebih. Yang penting kitanya masih ngerespon kalau diajak ngobrol atau ngiyain kalau diajak main. Udah itu aja. Mungkin, hehe.

Btw, ini foto Aqmar yang tiba-tiba minta ditemenin main dan ngobrol pas aku lagi ngoding. Dia inisiatif ngegeret kursi plastiknya sendiri ke sebelahku dan ngajakin aku ngomong sambil sesekali minta tolong aku mainin permainan di ponselnya sewaktu dianya udah gemas karena nggak menang-menang. Atau kalau ada bagian yang katanya dia nggak bisa.  Alhamdulillah. Mungkin lagi disuruh belajar. Barangkali besok-besok harus melakukan hal-hal yang seperti ini lagi, setiap hari.


Purwokerto, di hari yang aku lupa kapan karena udah agak lama
Read More
Published Sabtu, Oktober 13, 2018 by Hannan Izzaturrofa

A&D Walimatul 'Ursy

Tidak ada penawar yang lebih manjur bagi dua insan yang saling mencintai dibanding pernikahan. ― (HR. Ibnu Majah)
8 September 2018. Sekitar sebulan yang lalu, Mas Akram (kakak sepupuku) melangsungkan pernikahannya di Cirebon. Ya, hanya beda sekitar 3 minggu saja dari hari pernikahanku. Dan Mas Akram ini salah satu kakak sepupu yang sebenarnya jarang bisa ditebak jalan pikiran serta unik perilakunya, sehingga ketika ia meminta izin dan restu kepada ibunya dan mbah put untuk menikahi seorang anak perempuan, hal tersebut menjadi kehebohan tersendiri. Apalagi, Mas Akram dan calonnya saat itu hanya baru saling mengenal beberapa bulan saja (tanpa adanya proses taaruf dengan perantara).

Singkat cerita, karena penentuan tanggal pernikahan yang begitu mendadak membuat beberapa anggota keluarga besar tidak bisa hadir. Terlalu mepet untuk meminta izin atau sudah ada jadwal lain yang tidak bisa dibatalkan, katanya. Tapi meskipun begitu, keluarga yang hadir juga sudah cukup banyak, sih. Buktinya saja panggungnya sampai penuh begitu, hehe. Terlebih karena sebagian besar acara ini dikoordinir oleh keluarga sendiri. Jadi maksudnya, hampir seluruh keluarga ikut ambil bagian dalam mensukseskan acara. Dari MC, makan besar, snack, dekorasi, dan lain sebagainya. Masya Allah.

Dan berikut serpihan-serpihan momen di hari bahagia itu.
Anyway, barakallahu lakuma wa baraka 'alaikuma wa jama'a bainakuma fii khoir Mas Akram dan Mba Dewani! Ini baru permulaan, baru gerbang menuju keberkahan dari ibadah terlama sepanjang hidup di dunia. Semoga kelak keberkahan selalu tercurah di keluarga kalian, dan diberkahi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Aamiin...


Purbalingga, 13 Oktober 2018
Maafkan postingan yang isinya malah foto semua
Karena memang postingan ini sebenarnya blog galeri ala aku, hehe
Read More